Pengunjung

Senin, 07 Maret 2011

tentang manusia : pemikiran akal, jasmani dan rohani

Masalah-masalah pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Pertanyaan-pertanyaan ontologis ini berkisar pada, apa saja potensi yang dimiliki manusia?

Menurut Maulana (2008), berbicara tentang hakikat manusia, ada dua konsep dalam filsafat, filsafat barat dan Islam. Dalam filsafat barat, konsep manusia itu ada dua yaitu hayawan (Jasmani) dan natiq (rohani). Aristoteles mendefinisikan manusia itu sebagai Human Rationaleartinya manusia yang punya pikir, Socrates mendefinisikan manusia itu sebagai Animal Rationale yakni manusia yang punya akal untuk berpikir. Sedangkan Rene Descartes mengemukakan bahwa adanya manusia sebagai entitas yang berpikir merupakan sebuah kebenaran yang pasti dan tak terbantahkan yang menjadi landasan pemikiran dan pengetahuan manusia (Deraf & Dua, 2001).

Dalam konsep Islam, manusia terdiri atas tiga unsur yaitu hayawan (jasmani), natiq (rohani) dan akal, di mana ketiga unsur tersebut dapat diibaratkan segitiga sama kaki. Dalam hal ini, ada tiga komponen dalam diri manusia yang harus dikembangkan secara proporsional sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan dari diri manusia itu sendiri. Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang harus lebih dulu di isi atau dididik, jasmani, rohani, ataukah akal. Sesuatu yang pasti bahwa inti harus diisi sesuai dengan kebutuhannya, dan pengisian ketiga inti secara bersamaan tidak sesuai dengan fitrah manusia (Maulana, 2008).

Belajar tentang manusia dalam dunia pendidikan sama halnya dengan belajar tentang hakikat manusia itu sendiri. Konsep Islam lebih tepat dan sesuai dengan filsafat manusia itu sendiri, karena ada tiga hal yang sangat esensial dalam konsep ini: Rohani adalah sesuatu yang akan kembali ke Tuhan dan akan diminta pertanggungjawabannya kelak nanti di akhirat. Sementara Jasmani sesuatu yang berwujud fisik, itu berada dalam tanah. Sedangkan Akal ada di kepala sebagai suatu kelebihan manusia dari makhluk lain sebagai ciptaan Tuhan.

Dalam filsafat barat, hanya ada dua hal yang esensial pada manusia yaitu jasmani dan rohani. Namun rohani dalam filsafat barat tidak dipelajari karena sulit dipahami. Rohani hanya bisa dipelajari dalam agama, dan akal yang hebat mengakui adanya rohani. Bahkan, Immanuel Kant sebagai salah seorang filosof besar dari barat pun meyakini keberadaan Tuhan dan Akal .

Menurut Maulana (2008), dalam filsafat logika merupakan senjata untuk berargumen, sehingga filsafat bisa diterima banyak orang. Dengan logika, filosof bisa berkomunikasi tanpa data, tetapi tetap punya ukuran atau acuan. Berpikir merupakan kunci berlogika, sedangkan akal merupakan alat untuk berpikir secara logis atau berpikir yang masuk akal. Begitu pula berpikir tentang hakikat manusia, di mana manusia adalah makhluk yang ada jasmani, rohani dan akal, yaitu makhluk yang punya pemikiran yang masuk akal. Jika manusia itu jasmani, rohani dan akal, maka inti dari diri manusia itu apa? Jika ketiga komponen itu inti, membuktikan bahwa manusia itu sudah dididik. Jika intinya satu maka manusia akan mudah dididik.

Manusia sebagai wujud dari komponen Jasmani, Rohani, dan Akal merupakan makhluk yang memiliki pemikiran yang masuk akal. Oleh karena itu, manusia memiliki tiga inti yang harus dipersiapkan untuk dididik. Dalam Islam tiga hal yang esensial merupakan modal utama dalam mempersiapkan manusia yang sempurna dunia akhirat. Hal yang sangat mendasar dalam mempersiapkan manusia yang sempurna menurut konsep islam adalah “Pendidikan”. Dengan pendidikan, manusia menjadi sadar akan fungsi dan tugas dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga faham tentang hakikat hidup.

Adanya pendidikan, mendorong manusia untuk menggunakan akal, berpikir secara logis, meyakini segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Dengan rohani manusia memiliki rasa peka, empati dan yakin terhadap kebenaran. Sehingga inti yang paling hakiki dari manusia sesungguhnya adalah rohani. Oleh karena itu, rohani merupakan inti yang paling tepat untuk didahulukan dalam mendapatkan pendidikan. Ketika rohani mendapatkan porsi pendidikan yang baik dan lebih dahulu maka jasmani dan akal dapat mengikuti sesuai dengan porsinya. Kinerja rohani dalam tubuh sangat vital, segala ide dan perbuatan tergantung kepada kinerja rohani.

Namun demikian, apa hakekat budaya yang perlu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya? Ataukah hanya ajaran dan nilai sebagaimana terwujud dalam realitas sejarah umat manusia yang perlu diwariskan kepada generasi berikutnya? Inilah aspek ontologis yang perlu mendapat penegasan dalam penyelenggaraan pendidikan.

sumber : mahmudin.wordpress.com